Pendahuluan

“Tidak Mengenal Kitab Suci berarti Tidak Mengenal Kristus”
St. Hieronimus

Pada zaman modern ini banyak orang yang seringkali disibukkan dengan berbagai macam kegiatan entah itu bekerja, bersenang-senang, belajar, berwisata dan masih banyak kegiatan lainnya.  Seiring berjalannya waktu, kegiatan-kegiatan tersebut pada akhirnya menjadi habitus bagi mereka dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Selain itu masyarakat saat ini dihadapkan pada budaya instan dimana mereka bisa mendapatkan segalanya melalui teknologi yang semakin canggih.

Sebagai umat kristiani yang beriman alangkah baiknya jika hidup kerohanian juga menjadi habitus dalam kehidupan mereka sehari-hari. Salah satu hidup rohani yang dapat dikembangkan umat kristiani yaitu dengan membaca kitab suci. Kitab Suci merupakan salah satu sumber iman yang dimiliki umat kristiani, disanalah Sabda Allah senantiasa terpelihara dalam bentuk tulisan hingga saat ini. Akan tetapi pada kenyataanya tidak semua umat kristiani dapat menghayati Kitab Suci sebagai salah satu sumber iman mereka dan Stefan Leks dalam bukunya telah menguraikan berbagai contoh sikap umat dalam menggunakan Kitab Suci yang hanya dibutuhkan sesaat saja. Seperti ketika menjadi petugas lektor, memberi renungan kepada umat, mencari inspirasi apabila mengalami kekeringan dalam hidup, dsb.[1]

Kitab Suci bukanlah hal satu-satunya bagi umat kristiani. Namun apabila umat kristiani mau tumbuh sehat secara rohani, hendaknya mereka menerima Kitab Suci sebagai salah satu sarana perkembangan rohani yang utama. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi (Dei Verbum) tertulis bahwa:

Melalui Alkitab, Bapa di Surga yang penuh kasih itu mendatangi anak-anak-Nya dan berbicara dengan mereka. Begitu besar daya dan kekuatan Firman Allah, sehingga mereka topangan dan tenaga Gereja, kekuatan iman bagi para putra-putra Gereja, makanan bagi jiwa, sumber murni dan kekal bagi hidup rohani.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Allah telah berbicara dan bahkan hadir dalam diri kita melalui Sabda-sabda-Nya. Kitab Suci menjadi sebuah kitab umat kristiani untuk membina keyakinan iman akan Allah yang berkarya dalam sejarah kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok umat beriman.

Sekarang yang menjadi persoalan adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran umat kristiani agar mereka semakin mencintai Kitab Suci serta meluangkan sedikit waktu dibalik kesibukan mereka untuk membaca dan menghayati Sabda Allah di dalamnya. Dalam tulisan ini penulis akan membahas pentingnya membaca Kitab Suci bagi seluruh umat beriman sesuai dengan anjuran bapa-bapa konsili dalam Dei Verbum. Kiranya tulisan ini dapat membantu pembaca dan bahkan seluruh umat beriman kristiani untuk menghayati Kitab Suci sebagai sumber iman dan sumber penuntun hidup yang lebih benar seperti yang tertulis dalam surat Paulus kepada Timotius “Segala tulisan yang diilhamkan allah  memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Tim. 3:16).

Dei Verbum

Dei Verbum (Sabda Allah) merupakan salah satu konstitusi dogmatis dalam Dokumen Konsili Vatikan II yang diresmikan oleh Paus Paulus VI pada tanggal 18 November 1965. Secara umum Dei Verbum ini menejelaskan tentang pewahyuan Allah dan Kitab Suci yang dibagi dalam 26 artikel dan 6 bab. Pembagiannya yaitu:

  1. Bab 1: Tentang Wahyu Sendiri (art. 2-6)
  2. Bab 2: Meneruskan Wahyu Ilahi (art. 7-10)
  3. Bab 3: Ilham Ilahi Kitab Suci dan Penafsiran (art. 11-13)
  4. Bab 4: Perjanjian Lama (art. 14-16)
  5. Bab 5: Perjanjian Baru (art. 17-20)
  6. Bab 6: Kitab Suci dalam Kehidupan Gereja (art. 21-26)

Dalam artikel ke-25 Dei Verbum berisi tentang bagaimana seluruh umat beriman diberi anjuran oleh Bapa-bapa konsili untuk senantiasa membaca Kitab Suci. Bapa-bapa konsili pertama-tama mengajak para pelayan Gereja yang secara sah menunaikan pelayanan sabda untuk senantiasa berpegang teguh dalam Kitab Suci serta membaca dan mempelajarinya dengan seksama. Para pelayan Gereja tersebut diberi kepercayaan penuh agar apa yang mereka terima, terlebih kekayaan Sabda Allah dalam Kitab Suci itu sendiri dapat dibagikan kepada seleuruh umat beriman. Akan tetapi dalam konstitusi dogmatis tersebut juga menganjurkan agar seluruh umat beriman juga mengusahakan sendiri untuk senantiasa membaca Kitab Suci karena dengan demikian seluruh umat beriman pada akhirnya akan memperoleh “pengetahuan yang mulia akan Yesus Kristus.” (Flp.3:8). Anjuran tersebut juga diberi kutipan sebagai motivasi yang berasal dari kata-kata St. Hieronimus, “Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus.

Gereja senantiasa memberi ruang agar Sabda Allah ini dapat tersampaikan dengan baik kepada seluruh umat. Salah satu hal yang dapat kita rasakan dalam peranan Gereja ini adalah dengan adanya liturgi suci. Liturgi dalam Gereja ini sarat akan makna dan sarat akan Sabda-sabda Allah, seringkali kita mendengarkan bacaan-bacaan suci dalam setiap perayaan liturgi. Hal tersebut mengartikan bahwa Sabda Allah telah menjadi jiwa dan semangat dalam liturgi. Maka dari itu penting bagi seluruh umat beriman untuk menghayati perayaan liturgi karena dalam setiap perayaannya Allah telah berbicara daan berkomunikasi kepada kita melalui sabda yang tertulis itu.

Kitab Suci bukanlah sembarang buku dan mudah dibaca oleh semua orang. Kita seringkali merasa kebingungan untuk memahami setiap kalimat dan seringkali kita juga kesulitan untuk mengambil maknanya. Maka dari itu Bapa-bapa konsili menganjurkan demikian kepada seluruh umat beriman:

Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab “kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengarkan-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi.”

Kemudian pada akhir artikel ke-25 tersebut, Bapa-bapa konsili memberi anjuran kepada para Uskup agar membina membina umat beriman dan berusaha untuk membuat terjemahan Kitab Suci yang sesuai dengan bahasa mereka. Selain itu alangkah lebih baik apabila terjemahan tersebut diberi keterangan-keterangan yang diperlukan agar seluruh umat beriman dapat meresapi setiap Sabda Allah dengan penuh semangat.

Pentingnya Membaca Kitab Suci

Budaya membaca seringkali menjadi kesulitan bagi setiap orang dengan alasan entah itu karena merasa bosan, sulit memahami apa yang dibaca dan lain sebagainya. Nampaknya alasan demikian juga seringkali dialami oleh umat kristiani ketika diminta untuk membaca Kitab Suci, bahkan dalam waktu yang singkat sekalipun.

Buku Kitab Suci sejatinya ada dan hampir dimiliki seluruh umat kristiani serta hampir semua umat mampu untuk membacanya. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak juga diantara mereka yang jarang membaca Kitab Suci. Padahal apabila mempunyai kesadaran bahwa Kitab Suci menjadi salah satu sumber iman mereka, tentu langkah pertama adalah dengan membacanya dengan seksama. C. Groenen OFM., pendiri Lembaga Biblika Indonesia, dalam sebuah wawancara pernah mengatakan demikian:

“Saya mengajak umat: mulailah saja membaca dan hendaklah anda tekun! Lama-kelamaan akan terbinalah kebiasaan membaca dan kesenangan membaca, sehingga keseganan untuk membaca akan teratasi. Khususkanlah waktu untuk membaca Alkitab. Beberapa saat sehari, cukuplah! Baca saja, lebih-lebih dengan hati dan daya khayal, daripada dengan ‘otak’ yang mau ‘mengerti’ segala-galanya. Bila ada bagian Alkitab yang tidak mengesan, biarkan saja! Bacalah terus! nanti pasti anda bertemu dengan bagian yang mengesan di hati. Itulah firman Tuhan kepada dan bagi anda, meskipun anda tidak mengerti. Setelah membiasakan diri dengan membaca, hendaklah anda terus membalik-balik Alkitab. Pastilah setiap kali anda akan menemukan sesuatu yang baru.”

Nasihat dari seorang pastor tersebut hendaknya menjadi dorongan bagi kita untuk senantiasa membaca Kitab Suci. Seperti yang diungkapkan dalam pepatah “perlahan namun pasti” itulah yang sekiranya dapat menjadi langkah kita dalam membaca.

Hingga saat ini Gereja sudah memperjuangkan dengan sebaik mungkin agar umat terus menumbuhkan minat untuk membaca Kitab Suci melalui sarana yang ada, tentunya perjuangan tersebut sesuai dengan arahan dan semangat dari Dei Verbum. Kita juga perlu menghayati bahwa Kitab Suci adalah tumpuan serta kekuatan, dan bagi putera-puteri Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih, dan kekal hidup rohani (DV 21).

Dalam situasi zaman yang serba instan ini memang sulit rasanya bagi kita untuk membangun kesadaran bahwa Kitab Suci merupakan sumber pegangan hidup kita, bahkan kita merasa sulit untuk meluangkan sedikit waktu untuk membaca dan merenungkannya. Kita bisa melihat bahwa handphone dengan fiturnya yang canggih telah menyediakan berbagai macam aplikasi yang terjangkau dan salah satunya adalah Kitab Suci elektronik. Akan tetapi kehadiran Kitab Suci tersebut telah menghilangkan esensi Kitab Suci itu sendiri sebagai buku yang suci dan buku bagi pegangan hidup umat kristiani. Maka dari itu, anjuran dari Dei Verbum diatas hendaknya menjadi dorongan bagi kita bahwa Sabda Allah yang dipelihara tersebut sangat berguna bagi perjalanan hidup kita. Selain itu anjuran Dei Verbum ini bisa diwartakan melalui sarana katekese dan metode-metode lainnya.

Menurut Pastor Indra Sanjaya, dalam membaca Kitab Suci perlu diterapkan berbagai contoh-contoh bagaimana Kitab Suci sungguh-sungguh bisa bermanfaat bagi kehidupan beriman kita salah satunya dengan mengembangkan model berdoa dengan Kitab Suci seperti Lectio Divina. Sembari membaca Kitab Suci kita bisa berdoa dan merenungkan isi dari Kitab Suci tersebut.

Pada hakikatnya umat beriman bisa dengan mudahnya membaca Kitab Suci tanpa harus dibebani dengan syarat-syarat yang berkaitan dengan cara membaca seperti anjuran yang tertulis dalam Dei Verbum art. 25: “Maka hendaklah mereka dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah melalui liturgi suci yang sarat dengan sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang saleh.

Kesimpulan

Pada dasarnya budaya yang serba cepat dan instan yang dapat kita rasakan hingga saat ini dapat membantu kita dalam memperoleh sesuatu dengan cepat. Namun beda halnya dengan kita berusaha untuk memahami dan menghayati sesuatu, semua itu tidak dapat dilakukan dengan cara yang singkat dan instan, kita membutuhkan proses untuk itu. Salah satu proses untuk memahami dan mengerti sesuatu adalah dengan membaca, begitu juga dengan Kitab Suci. Kitab Suci merupakan sumber iman bagi umat kristiani dan sekaligus menjadi tempat dimana Sabda Allah senantiasa dipelihara.

Bagaimana kita dapat memahami dan menghayati Sabda Allah itu sendiri?, tentunya dengan membaca Kitab Suci itu sendiri, tidak ada cara lain selain membaca. Membaca tidak akan memakan banyak waktu, luangkan sedikit waktu secara rutin untuk merenungkan Sabda Allah. Bapa-bapa konsili pun juga menyarankan demikian dalam Dei Verbum khususnya pada artikel ke-25, karena dengan membaca Kitab Suci semua orang beriman akan memperoleh pengetahuan akan Yesus Kristus.
(Tulisan oleh: Fransiskus Gilang Agcira Pradana)

Sumber Referensi:
Hardawiryana, R. , Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi) dalam Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990.
Leks, Stefan, Belajar Mencintai Alkitab, Yogyakarta : Kanisius, 1987.
Sanjaya, V. Indra, Maju-mundur Konsili Vatikan II, Yogyakarta : Pusat Pastoral Yogyakarta, 2015.